Hormati gurumu.. sayangi teman..
itulah tandanya kau murid budiman..
Sebuah cuplikan lagu sederhana yang sering kita senandungkan sewaktu
kecil, dibalik kesederhanaan lirik lagu tersebut ternyata tersimpan
makna luar biasa di dalamnya. Hal ini baru saya sadari ketika sang
motivator kenamaan, Gede Prama diundang ke kantor saya untuk memberikan
sedikit pencerahan. Sebelum bercerita tentang makna lagu tersebut
ijinkan saya memaparkan sosok Gede Prama dari mata saya pribadi.
Gede Prama seorang motivator yang sangat-sangat rendah hati. Sosoknya
humanis, dan dari auranya sepertinya beliau sudah menemukan kedamaian
di dalam hatinya. Mendengar beliau berbicara seperti mendengarkan
seorang ayah yang sedang menasihati anaknya dalam kelemahlembutan. Sosok
beliau menggambarkan pribadi yang selalu bersyukur terhadap segala apa
yang telah terjadi baik itu perih maupun kebahagiaan.
Okey.. sekarang kembali saya mencoba
membahas mengenai makna yang tersimpan dari lirik di atas. Ternyata dari
lirik tersebut diajarkan sebuah teori hubungan manusia kepada dua hal
dari sisi vertikal maupun horisontal. Hormati gurumu adalah sebuah
penggambaran seorang manusia yang selalu menghormati hal yang di atasnya
seperti menghormati orang tua, menghormati atasan, dan tentunya adalah Tuhan sebagai puncaknya. Dan sayangi teman, adalah penggambaran hubungan
manusia dengan manusia lainnya, bagaimana kita berkomunikasi dengan
sesama dan menjaga hubungan tersebut terus berjalan dengan baik.
Sebuah konsep sederhana, yang mungkin terlupa yang telah diajarkan
oleh masing-masing agama. Hubungan dengan Tuhan (Hablum Minallah) dan
hubungan dengan sesama insan (Hablum Minannas) adalah sebuah kunci awal
untuk menjadi pribadi yang baik.
Selain itu, dalam menjalani hidup kita harus bisa menjadi seorang
manusia yang memiliki dua karakter yaitu teguh dan teduh. Teguh dalam
artian selalu mengejar impian dan selalu berusaha yang terbaik untuk
mencapai keinginan tersebut. Dan teduh, yaitu selalu menerima segala
sesuatu apa yang telah menjadi anugerah kita. Konsep yang sekali lagi
telah diajarkan yaitu ikhtiar dan tawakkal.
Layaknya seorang murid sekolah, hidup juga akan melalui ujian-ujian
yang berat. Maka apabila kita sedang memperoleh masalah hidup yang
memberatkan maka anggaplah bahwa kita sedang melalui pekan ulangan umum
yang akan menentukan kenaikan kelas kita. Setiap masalah yang ada bukan
untuk dihindari namun memang harus dihadapi sehingga kita pun dapat
semakin meningkatkan kualitas hidup kita menjadi jauh lebih baik lagi.
Pesan terakhir beliau ketika itu adalah sebuah perubahan mencapai
kesuksesan pasti butuh pengorbanan dan bahkan menyakitkan. Beliau
mengatakan kesuksesan yang kita raih dengan instan itu adalah palsu
karena justru pada akhirnya berakhir menyakitkan. Beliau menganalogikan
proses kesuksesan seperti sebuah seruling bambu yang harus melalui
proses perubahan dari sebatang bambu yang dipotong, kemudian diamplas,
dilubangi dan sampai akhirnya sampai menghasilkan alunan nada yang
begitu indah.
Sebuah renungan indah dari seorang Gede Prama, sang humanis.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment