Renungan Gede Prama II


Bagi setiap mata biasa, taman hanyalah pemanis bangunan. Rumah menjadi lebih asri dan rapi gara-gara taman. Tapi bagi mata yang terbiasa memandang secara mendalam, lebih-lebih bersahabat dekat dengan alam sehingga bisa melakukan dialog kosmik, ada rahasia di balik di taman.
Pertama-tama, taman memberi masukan yang jujur tentang apa yang kerap terjadi di tempat itu. Di tempat di mana manusia jarang bertengkar dan rajin berbagi kasih sayang, hijaunya rumput, halusnya daun, mekarnya bunga  seperti memancarkan cahaya. Bila sebaliknya, pancaran cahaya rerumputan, dedaunan dan bunga seperti redup sekali.
Kedua, dilihat dari tamu yang datang, di tempat di mana perbedaan dirangkai rapi menjadi keindahan, maka tamunya adalah kupu-kupu, lebah dan capung serta mahluk lembut lainnya.  Namun,  di  rumah  yang  penuh  pertengkaran  maka tamunya tikus, kecoak, nyamuk dan binatang berbahaya lainnya.
Sulit bagi manusia untuk berbohong di depan alam. Makanya bagi sejumlah pejalan kaki ke dalam diri yang sudah jauh perjalanannya, berdiam di alam terbuka tidak saja menghadirkan kesegaran udara, tetapi juga menemukan bimbingan-bimbingan.
Pohon sebagai contoh, ia simbol pertapa yang sempurna. Bertumbuh mendekati cahaya dengan keikhlasan sempurna. Air sebagai contoh lain, ia mengajarkan kelenturan yang mengalahkan semuanya. Dalam perjalanan panjang dari gunung hingga samudera, air bisa melewati semua halangan. Satu-satunya sebab di balik ini adalah kelenturan. Ini memberi pelajaran, lenturlah dan halangan-halangan kehidupan pun bisa terlewati. Kolam adalah guru lain. Bila kolamnya tenang, bayangan bulannya bersih, jernih, indah. Demikian juga dengan pikiran, bila pikirannya tenang seimbang semuanya jadi bersih dan jernih. Dan keputusan pun bisa dibuat gamblang dan terang.
Merenung di atas tumpukan bahan seperti ini, ada yang bergumam ringan: “Alam adalah guru yang agung. Cuman diperlukan kepekaan mendalam agar bisa tersambung dengan bimbingan-bimbingan alam”. Sayangnya, kepekaan inilah yang sudah mulai hilang dari kehidupan.
Di sekolah, kepekaan ini disebut tidak rasional. Di tempat kerja, kepekaan diidentikkan dengan telinga yang mudah tersinggung. Di rumah, kepekaan mudah menjadi bahan tertawaan. Padahal, pelayanan, kepemimpinan, keterhubungan semuanya memerlukan kepekaan.
Dibekali kepekaan, pelayanan menjadi lebih dari sekadar melakukan tugas yang diperintahkan kantor, pelayanan adalah jembatan yang menghubungkan dua rasa. Ketika kedua rasa ini terhubung, pelayanan berubah menjadi serangkaian doa yang menggetarkan rasa. Ini yang menyebabkan kenapa pelayanan  hotel seperti 0biroi, pelayanan Singapore Airline beda sekali di rasa.
Kepemimpinan juga serupa. Sudah lewat zamannya memimpin dengan menakut-nakuti. Inilah zamannya di mana kepemimpinan mesti menggunakan kendaraan kepekaan. Barack 0bama bisa mematahkan mitos tua berupa presiden Amerika Serikat harus berkulit putih, melalui kepekaannya akan tanda-tanda zaman. Tabu bagi presiden AS sebelumnya untuk meminta menteri luar negerinya yang wanita untuk mengenakan jilbab, berpidato di masjid, tegas pada Israel, namun 0bama bisa melakukannya dengan tenang tanpa beban. Apa lagi yang ada di baliknya kalau bukan kepekaan akan tanda-tanda zaman.
Perhatikan mahluk cantik yang kerap hadir di taman berupa kupu-kupu. Ia tidak saja mempercantik taman,  tetapi juga hati-hati sekali ketika mengambil inti sari bunga agar tidak merusak keindahan bunga. Hal serupa juga dilakukan pelayan yang kaya rasa, pemimpin yang kaya makna. Kehati-hatian, itu langkah awal mengasah kepekaan. Menjaga agar tatanan senantiasa indah, itu hal kedua. Namun, berupaya agar senantiasa terhubung dengan semuanya itulah puncaknya kepekaan. Di puncak inilah kehidupan menjadi pelayanan yang kaya keterhubungan.
Seorang sahabat yang sudah sampai di sini pernah berbisik pelan: “Tatkala manusia sudah terhubung dengan semuanya, pelayanan berhenti menjadi sekadar kewajiban. Pelayanan adalah hidup itu sendiri. Ia seperti bernafas. Bila mau hidup tentu jangan lupa bernafas. Jika mau damai dan bahagia jangan lupa melakukan tugas pelayanan. Tidak saja karena pelayanan itu menyembuhkan, tapi karena pelayanan membangun keterhubungan dengan semuanya”.
Bahan renungan:
1. Garden of truth, itu judul yang diambil seorang mistikus sufi ketika menerangkan kedalaman penggaliannya. Sebagaimana taman sesungguhnya, ia yang sudah menggali dalam-dalam ke dalam,  bisa menemukan keindahan
2. Makanya salah satu arti yogi atau para sufi adalah manusia yang sepenuhnya terserap dalam keindahan. Dalam sakit-sehat, gagal-sukses, dicaci-dipuji, mereka senantiasa istirahat dalam keindahan
3. Cuman, untuk sampai di situ manusia memerlukan kepekaan. Dan salah satu pendekatan berlatih kepekaan adalah peka dengan suara dan pertanda alam.

0 comments:

Post a Comment

 

Ask.fm

Instagram

Meet The Author